Bila mengamati ragam busana
yang sedang tren saat ini, maka akan terlihat begitu pesatnya perkembangan
fashion di Indonesia. Termasuk diantaranya adalah batik yang telah mengalami
transformasi fungsi yaitu dari batik sebagai busana untuk acara-acara resmi menjadi
batik yang dapat dikenakan sebagai busana dalam berbagai kesempatan dan
kepentingan. Batik sendiri mempunyai sejarah panjang sehingga dapat disebut
sebagai warisan budaya Indonesia yang sudah berlangsung secara turun-temurun.
Secara etimologi, kata batik
berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti lebar, luas, kain; dan “titik”
yang berarti titik atau matik (kata kerja membuat titik) yang kemudian
berkembang menjadi istilah “batik” yang berarti menghubungkan titik-titik
menjadi gambar tertentu pada kain yang luas atau lebar.
Batik di Indonesia secara historis sudah dikenal sejak abad XVIII. Batik ditulis pada daun lontar yang didominasi dengan motif bentuk binatang atau tanaman. Namun dalam perkembangannya, corak-corak tersebut beralih menjadi motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang, cerita rakyat, dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak dan teknik muncul seni batik tulis seperti yang dikenal saat ini.
Batik di Indonesia secara historis sudah dikenal sejak abad XVIII. Batik ditulis pada daun lontar yang didominasi dengan motif bentuk binatang atau tanaman. Namun dalam perkembangannya, corak-corak tersebut beralih menjadi motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang, cerita rakyat, dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak dan teknik muncul seni batik tulis seperti yang dikenal saat ini.
Corak dan warna batik
tradisional sangat bervariasi macamnya sesuai dengan filosofi dan budaya yang
beragam di tiap-tiap daerah. Khasanah budaya Indonesia yang begitu kaya telah
mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisional dengan ciri
tersendiri. Jadi walaupun batik berasal dari bahasa Jawa, namun sebenarnya tradisi
membatik telah tersebar lebih dahulu di berbagai wilayah Nusantara seperti,
Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Corak batik juga mendapat pengaruh dari
luar yang dibawa oleh pedagang asing, seperti bangsa China, ataupun pengaruh
dari bangsa Belanda.
Corak batik yang beragam ini
dibuat dengan teknik penulisan di atas sehelai bahan berwarna putih yang
terbuat daru kapas atau sering disebut kain mori. Motif batik dibentuk dengan
cairan lilin (malam) dengan menggunakan alat yang dinamakan canting sehingga
cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain tersebut kemudian dicelup dengan
warna yang diinginkan, dengan beberapa kali proses pewarnaan. Dengan teknik
seperti ini, akan menghasilkan kain yang disebut “Batik Tulis”.
Pembuatan batik tulis harus
dilakukan dengan tingkat ketelitian dan kesabaran yang tinggi karena
membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan dalam pengerjaannya sehingga pada masa
lampau khususnya di Jawa, pekerjaan ini secara eksklusif dilakukan oleh kaum
perempuan. sampai ditemukannya “Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki
ke dalam bidang ini.
Pada masa itu, batik hanya
dikerjakan terbatas di kraton (istana) dan dijadikan sebagai pakaian untuk
keluarga kerajaan. Hingga kemudian batik mulai dikenakan oleh pengikut istana
dan selanjutnya meluas di kalangan rakyat jelata. Dengan penyebaran ini
menyebabkan semakin berkembangnya motif batik di dalam masyarakat. Batik dengan
motif tertentu dapat menunjukkan status sosial seseorang, sehingga ada beberapa
motif yang hanya dipakai oleh keluarga tertentu. Bahkan sampai saat ini,
beberapa motif batik tradisional yang hanya dipakai oleh keluarga kraton
Yogyakarta dan Surakarta.
Secara filosofis motif batik mempunyai fungsi dan kegunaan masing-masing sesuai dengan kebudayaan daerah setempat. Misalnya saja di pulau Jawa, batik telah menyebar ke berbagai wilayah seperti Mojokerto, Tuban, Sidoarjo, Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, hingga Cirebon. Daerah-daerah ini mempunyai adat, tradisi, dan budaya yang berbeda satu sama lain.
Secara filosofis motif batik mempunyai fungsi dan kegunaan masing-masing sesuai dengan kebudayaan daerah setempat. Misalnya saja di pulau Jawa, batik telah menyebar ke berbagai wilayah seperti Mojokerto, Tuban, Sidoarjo, Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, hingga Cirebon. Daerah-daerah ini mempunyai adat, tradisi, dan budaya yang berbeda satu sama lain.
Nilai-nilai tersebut akan
tertuang dalam bentuk motif batik yang akan menyampaikan pesan dari sang
pemakai. Sebagai contoh dalam batik gedog Tuban, motif batik Gringsing yang
berasal dari gering (bahasa Jawa) yang berarti kurus. Harapannya, pemakai batik
gringsing tidak akan kurus lagi, yang lebih jauh memiliki filosofi keseimbangan
dalam kemakmuran dan kesuburan. Untuk tema pernikahan, mulai dari batik pada
saat melamar, hantaran hingga paska pernikahan, antara lain menggunakan batik
Mahkota dari Sidoarjo yang menandai bahwa pemakai batik yang akan menikah
tersebut merupakan orang terpandang.
Di Surakarta dan Yogyakarta,
motif batik berhubungan dengan makna filosofis dalam kebudayaan Hindu-Jawa.
Pada beberapa motif yang dianggap sakral dan hanya dipakai pada kesempatan dan
peristiwa tertentu. Misalnya motif Sida Mukti, yang secara harafiah berarti
“menjadi berkecukupan”, kemudian motif Wahyu Tumurun (turunnya wahyu), yang
digunakan hanya untuk upacara jumenengan (perayaan ulang tahun naik tahta).
Sementara motif Parang yang bernuansa ramai dipakai pada saat pesta atau
perayaan. Sedangkan untuk melayat, digunakan warna yang lebih lembut yaitu
motif Kawung. Keempat motif batik tersebut hanya diperuntukan bagi keluarga
keraton, dan tidak boleh digunakan oleh rakyat jelata. Di luar empat motif
batik tersebut, tentu masih terdapat banyak motif lain.
Di kraton Yogyakarta,
terdapat aturan yang resmi mengenai penggunaan kain batik ini. Ketika ada acara
hajatan perkawinan, kain batik haruslah bermotif idoasih, Taruntum, Sidomukti,
Sidoluhur, dan Grompol. Sedangkan untuk mitoni, biasa menggunakan motif Picis
Ceplok Garudo, Parang Mangkoro, atau Gringsing Mangkoro.
Kemudian Cirebon sebagai
salah satu pusat kebudayaan Islam Jawa yang mendapat pengaruh kental dari
China, memiliki motif batik yang terkenal yaitu motif Megamendung yang berupa
gambar menyerupai awan dengan warna-warna tegas. Dalam faham Taoisme, bentuk
awan melambangkan dunia atas. Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas
dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Pemakainya batik ini diharapkan
akan selalu mengingat nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupannya.
Dari berbagai jenis motif
batik tersebut memberikan gambaran nilai-nilai sosial, kultural dan ketuhanan
yang ada pada masyarakat Indonesia kemudian disampaikan dalam wujud karya yang
sangat luhur dan penuh makna filosofis yang akan terus menggemakan kekuatan
budaya bangsa Indonsesia.
Seiring dengan perkembangan
jaman, batik telah berevolusi menjadi busana yang dinamis dan cocok bagi semua
kalangan, termasuk anak muda. Hal ini nampak dengan semakin suburnya industri
batik kontemporer atau konsep tradisional modern dengan corak yang sesuai
dengan tren tetapi tidak melupakan esensi dari seni batik itu sendiri. Batik
pun telah mengalami ekspansi media dari yang semula hanya digunakan sebagai
busana, kini batik telah menjadi corak berbagai macam kerajinan seperti topeng,
patung, hingga furniture, dan perabot rumah tangga lainnya.
Kini Indonesia semakin giat
memperkenalkan dan memasarkan batik ke seluruh dunia sebagai warisan budaya
yang unik dan indah namun tetap sesuai dipadu-padankan dengan dinamisme
kehidupan modern. Indonesia juga patut berbangga karena sejak 2 Oktober 2009,
batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan
motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan
Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and
Intangible Heritage of Humanity).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar